majalahtren.com – Cerita Rakyat Adalah Seni, Sejarah, dan Pembelajarannya, Yang Perlu Kamu Ketahui. Apa itu Cerita Rakyat? Cerita Rakyat adalah suatu lore (cerita, adat istiadat, kepercayaan) sekelompok orang yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Cerita rakyat adalah suatu lore (cerita, adat istiadat, kepercayaan) sekelompok orang yang diturunkan dari generasi ke generasi, biasanya dari mulut ke mulut. Secara tradisional, folklor mengacu pada orasi naratif dalam bentuk cerita.
Cerita Rakyat Adalah Ekspresi Kreatif
Cerita rakyat kontemporer mencakup banyak bentuk ekspresi kreatif seperti seni rakyat, lagu dan tarian rakyat, legenda, mitos, sajak anak-anak, dan peribahasa. Folklor berfungsi untuk mengajarkan dan melestarikan budaya masyarakat atau orang yang dibicarakannya.
Sebagai kumpulan narasi tentang budaya dan orang-orang dari mana narasi itu berasal, cerita rakyat adalah sesuatu yang unik. Ini memiliki peran penting dalam mewariskan tradisi kelompok budaya.
Seorang folklorist mempelajari konsep cerita rakyat (folkloristics) secara holistik. Ini juga mencakup bagaimana kelompok budaya menciptakan pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu mengulangi kebiasaan dan kepercayaan kelompok.
Cerita rakyat berfokus pada:
Tradisi lisan (misalnya lagu, puisi, sejarah lisan).
Latihan/Pertunjukan (misalnya menari, perayaan hari raya, tradisi keagamaan).
Artefak (misalnya fashion, foodways, dan instrumen).
Festival adalah cerita rakyat performatif dan kostum adalah artefak cerita rakyat.
Contoh Cerita Rakyat
“I’ve Been Working on the Railroad” adalah lagu rakyat Amerika yang sering digunakan untuk mengajarkan musik dan sajak kepada anak kecil.
Meskipun lagu tersebut dianggap sebagai lagu rakyat Amerika klasik yang menggambarkan budaya kelas pekerja Amerika, sejarahnya bahkan lebih kompleks.
Lagu rakyat
Lagu ini berakar pada budaya penyanyi Blackface. Yaitu, suatu bentuk hiburan yang dipopulerkan secara luas pada awal 1800-an oleh para pemain kulit putih. Tujuannya adalah untuk meniru dan mengkarakterisasi orang Afrika yang diperbudak.
Tujuan cerita rakyat adalah sebagai cerminan dari kondisi sosial suatu masyarakat. Dalam bentuk aslinya, Levee Song, 1894, lagu tersebut ditulis dalam dialek penyanyi Afrika-Amerika. Ciri khasnya adalah intro yang tidak lagi dinyanyikan dan verse kedua yang berbeda.
Bagian “Someone’s in the Kitchen with Dinah” memiliki melodi yang berbeda dan merupakan bagian dari lagu lama yang diserap oleh “I’ve Been Working on the Railroad”. “Dinah” adalah nama umum untuk wanita budak atau wanita keturunan Afrika-Amerika.
Pada 1950-an, hiburan penyanyi kulit hitam tidak lagi diterima secara sosial. Maka lagu rakyat populer ini diadaptasi agar lebih cocok untuk masyarakat Amerika modern. Serta ditulis ulang dalam dialek “standar” bahasa Inggris Amerika dengan menghilangkan hinaan rasial dan referensi budaya tertentu.
Sementara lagu itu masih memiliki nada rasial yang mencerminkan sejarah sosial dan budaya Amerika yang kontroversial, lagu itu masih ada. Lagu ini tetap menjadi lagu rakyat klasik anak-anak Amerika.
Tarian rakyat
“The Hora” adalah tarian rakyat meriah yang sering dilakukan pada upacara pernikahan Yahudi. Selama resepsi pernikahan, para tamu bergandengan tangan dan menari di sekitar pengantin. Secara tradisional, dibangkitkan di atas kursi atau di atas selembar kain di tengah lingkaran.
Pasangan juga dapat memegang ujung sehelai kain atau sapu tangan yang melambangkan persatuan mereka. Tarian ini menjadi bukti bahwa cerita rakyat memiliki akar global. “The Hora” sendiri berasal dari Rumania, Israel, dan beberapa tradisi budaya Eropa Timur lainnya.
Para tamu merayakan pengantin baru sambil secara metaforis memperkuat ide-ide komunitas dan kebersamaan. Sementara itu, tarian menunjukkan kebahagiaan dan rasa hormat atas persatuan pasangan.
Ada banyak versi tarian yang dipraktikkan di seluruh Eropa dan di seluruh komunitas Yahudi global. Tarian ini biasanya diiringi oleh lagu daerah yang terkenal, Hava Nagila.
Secara keseluruhan, banyak variasi cerita rakyat sebagai bukti kekayaan seni berupa musik, langkah tari, dan makna khusus di balik ritual tersebut. Namun, itu semua tergantung pada keyakinan tertentu dari mereka yang melakukannya.
Sejarah Studi Cerita Rakyat
Hampir tidak ada konsensus di antara para folkloris tentang bagaimana mendefinisikan cerita rakyat atau bagaimana menjelaskan masalah dengan makna dan fungsinya. Ketertarikan pada cerita rakyat muncul terutama dari nasionalisme Romantis di awal abad kesembilan belas.
Segmentasi Komunitas Petani
Para intelektual, amatir, dan seniman yang antusias mulai mengumpulkan berbagai bahan cerita rakyat untuk mempelajari berbagai aspek ‘rakyat’ dan kehidupan masyarakat.
Pada masa awal ini, folklor dipandang sebagai ‘the lore’ – bahan-bahan folklor – dari ‘the folk’ – orang-orang yang memanfaatkan bahan-bahan tersebut.
Para penemu cerita rakyat mengidentifikasi ‘rakyat’ sebagai komunitas petani atau kelompok pedesaan. Memikirkan mereka sebagai pengemban utama tradisi yang perlahan-lahan mati akibat urbanisasi dan industrialisasi pada masa transisi menuju modernitas.
Nostalgia borjuis akan ‘surga yang hilang’ memotivasi upaya untuk mengkaji dan melestarikan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Di beberapa negara, meningkatnya minat mempelajari cerita rakyat juga dilatarbelakangi oleh Enlightenment abad kedelapan belas.
Dalam perspektif ini, orang dan tradisinya dianggap primitif dan oleh karena itu harus dipelajari untuk diubah. Cerita rakyat awal berfokus terutama pada tradisi lisan, seperti balada, cerita rakyat, epos, dan saga, dan bagaimana ini ditransmisikan dalam komunitas pedesaan.
Bias Nasional
Selama tahun 1960-an, terjadi pergeseran paradigma dalam teori dan metode pembelajaran folklor. Folklorists menjadi sadar kelas, gender, dan bias nasional tertanam dalam konsep lama cerita rakyat.
Selain itu, bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang mendekati cerita rakyat sebagai artefak otentik dan ahistoris. Aliran penelitian baru justru menunjukkan bahwa cerita rakyat selalu berada dalam ruang dan waktu tertentu.
Studi terbaru tentang cerita rakyat cenderung melihat cerita rakyat sebagai proses-berpusat, peka konteks, dan berorientasi kinerja.
Menurut konsepsi kontemporer yang berpengaruh dari cerita rakyat, ‘rakyat’ mengacu pada setiap kelompok orang yang berbagi beberapa kesamaan.
Misalnya seperti pekerjaan, bahasa, agama, atau suku. Kebanyakan orang adalah anggota dari beberapa dan bukan hanya satu kelompok orang.
Studi tentang cerita rakyat (alt. folkloristics) sebagai suatu disiplin terus berjuang untuk tempatnya di dunia akademik, di mana ia jarang mencapai status otonom. Di sebagian besar negara, cerita rakyat dipelajari di bidang etnologi, antropologi, studi budaya, sastra, atau sejarah yang berdekatan.
Klaim Cerita Rakyat Kontemporer
Materi folklor melalui kerja lapangan, observasi partisipan, dan wawancara. Berbagai sumber sekunder, seperti bahan arsip, buku harian, otobiografi, surat, dan fotografi, berfungsi sebagai sumber imajinasi cerita rakyat yang sangat baik.
Ketersediaan sumber, bagaimanapun, bervariasi baik secara geografis dan kronologis. Karena ‘budaya rakyat’ telah lama dianggap sebagai status rendah dan bertentangan dengan ‘budaya tinggi’, catatan tentangnya terkadang hanya ada jika dipilih dan disaring oleh yang terakhir.
Ketika cerita rakyat sebagai ilmu muncul di Barat, itu terutama ditujukan untuk menulis dalam bahasa Barat. Pengumpulan cerita dari berbagai belahan dunia terkadang dilakukan oleh para misionaris, pelancong, dan sejarawan.
Bagaimanapun, cerita rakyat akan tetap hidup selama peradaban manusia ada. Tidak peduli seberapa modern masa depan, cerita rakyat adalah cerminan zaman yang sebenarnya.